Peran Puskesmas dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Melalui Program Kesehatan Berbasis Masyarakat

Peran Puskesmas dan Pemberdayaan Masyarakat dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat Melalui Program Kesehatan Berbasis Masyarakat

Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang kompleks. Mulai dari ilmu yang digunakan dalam penyelesaian merupakan multidisiplin, sektor yang terkait pun multisektoral, serta subjek yang melaksanankannya pun berasal dari berbagai pihak. Pada tulisan ini yang akan penulis bahas mengerucut pada masalah pelaku kesehatan saja, yaitu masyarakat. Masyarakat memiliki porsi yang perlu diperhitungkan dalam penyelesaian masalah kesehatan dan peningkatan derajat kesehatan. Membicarakan pemberdayaan masyarakat tidak bisa dilepaskan dari fungsi pelayanan kesehatan daerah setempat sebagai fasilitator masyarakat untuk memainkan perannya dalam pembangunan kesehatan di daerahnya sendiri. Selain itu, masalah pemberdayaan masyarakat menjadi hal yang harus dicermati oleh pemerintah mengingat mulai dikembangkannya paradigma sehat di Indonesia. Penerapan paradigma sehat merupakan model pembangunan kesehatan dalam jangka panjang agar mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dalam memelihara kesehatan, melalui peningkatan pelayanan promotif dan preventif disamping kuratif dan rehabilitatif untuk mewujudkan Indonesia Sehat (Castro, 2008). Oleh karenanya sekarang kita bisa melihat berbagai program kesehatan berbasis masyarakat, misalnya program Jemantik, Desa SIAGA, ataupun Klinik Sanitasi.

Program berbasis masyarakat ini merupakan stimulant dan bahan pembelajaran bagi masyarakat agar ikut berpartisipasi dan bertanggungjawab atas masalah kesehatan di wilayahnya. Untuk tercapainya keberhasilan program-program kesehatan tersebut, pemerintah pun harus siap untuk memfasilitasi masyarakat yang mencakup pemberian pengetahuan, pemahaman, dan sarana prasarana. Pengetahuan dan pemahaman dapat dilakukan dengan penyuluhan sedangkan sarana prasarana adalah melalui pelayanan kesehatan masyarakat, dalam hal ini adalah puskesmas, yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah dalam usaha pemberdayaan masyarakat untuk pembangunan kesehatan. Lantas apakah dengan demikian menurunkan peran pemerintah (petugas pelayanan kesehatan puskesmas) sebagai instansi yang bertanggungjawab akan kesejahteraan (kesehatan) masyarakat? Sejauh apa peran masyarakat dalam menciptakan kesehatan bagi lingkungan masyarakat di sekitarnya, dan bagaimana memberdayakan dan mengorganisir masyarkat agar secara sadar ikut berpartisipasi dalam peningkatan derajat kesehatan? Untuk menjawab semua pertanyaan tersebut maka penulis mengajak pembaca untuk memahami peran maupun fungsi dari pelayanan kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan terlebih dahulu. Selanjutnya adalah menelaah masalah serta penjelasan dari berbagai sumber untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.

Seperti yang telah disebutkan dalam paragraf sebelumnya bahwa penulis akan menjabarkan arti penting dan peran pelayanan kesehatan, termasuk di dalamnya adalah puskesmas, dalam meningkatkan derajat kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan setiap bentuk pelayanan atau program kesehatan yang ditujukan pada perseorangan atau masyarakat dan dilaksanakan secara perseorangan atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi, dengan tujuan untuk memelihara ataupun meningkatkan derajat kesehatan yang dipunyai. Selain itu terdapat lima fungsi utama pelayanan kesehatan di antaranya adalah; 1)mendorong masyarakat melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk menyelesaikan persoalan mereka sendiri, 2)memberi petunjuk kepada masyarakat tentang cara-cara menggali dan menggunakan sarana yangada secara efektif dan efisien, 3)memberi pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat, 4)memberi bantuan yang bersifat teknis, bahan-bahan serta rujukan, 5)bekerja sama dengan sektor lain dalam melaksanakan program kerja Puskesmas. Dalam teori Blum dijelaskan pula bahwa, status kesehatan dipengaruhi oleh empat faktor yaitu; lingkungan (45%), perilaku (30%), pelayanan kesehatan (20%) dan faktor keturunan (5%). Berbagai penjelasan di atas sudah jelas menggambarkan pentingnya pelayanan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia mengakomodir kebutuhan akan pelayanan kesehatan ini. Upaya ini telah diusahakan pemerintah hampir tiga dasawarsa. Mulai dari diperkenalkannya Konsep Bandung tahun 1951 dimana mulai diperkenalkan bahwa pelayanan kesehatan masyarakat, aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan (Notoatmojo, 2007).

Dilanjutkan dengan proyek Bekasi pada tahun 1956 sebagai awal kegiatan pengembangan masyarakat sebagai bagian dari upaya pengembangan kesehatan masyarakat, dan sampai akhirnya rapat kerja kesehatan nasional tahun 1968 dicetuskan bahwa Puskesmas merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu. Beralih pada fungsi puskesmas, dalam Sistem Kesehatan Nasional dijelaskan bahwa Puskesmas memiliki tiga fungsi, yaitu sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat dan keluarga dalam pembangunan kesehatan dan pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama. Sedang pelayanan upaya kesehatan di Puskesmas tersebut dilaksanakan melalui berbagai kegiatan pokok, yaitu : 1)peningkatan kesejahteraan ibu dan anak, 2)peningkatan upaya keluarga berncana, 3)perbaikan gizi 4)peningkatan kesehatan lingkungan, 5)pencegahan dan pemberantasan penyakit, 6)penyuluhan kesehatan masyarakat, 7)pengobatan termasuk penanggulangan kecelakaan, 8)perawatan kesehatan masyarakat, 9)peningkatan usaha kesehatan sekolah, 10)peningkatan usaha kesehatan gigi dan mulut, 11)peningkatan kesehatan jiwa, 13)peningkatan kesehatan jiwa, 14)pemeriksaan laboratorium sederhana dan 15)pencatatan dan pelaporan. Dengan penjabaran upaya kesehatan yang berasal dari Puskesmas tersebut, tidak mengherankan jika pelayanan kesehatan (puskesmas) menempati posisi penting dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Apalagi dengan adanya desentralisasi permasalahan kesehatan di tingkat nasional ke daerah merupakan inovasi yang patut disambut dengan baik untuk menanggulangi berbagai masalah kesehatan seperti disparitas pelayanan kesehatan yang masih tinggi, rendahnya kualitas kesehatan penduduk miskin, rendahnya kondisi kesehatan lingkungan, birokratisasi pelayanan Puskesmas, dan minimnya kesadaran masyarakat untuk terlibat dalam mewujudkan visi Indonesia Sehat 2010. Puskesmas sebagai unit pelayanan kesehatan yang terinstitusionalisasi mempunyai kewenangan yang besar dalam menciptakan inovasi model pelayanan kesehatan di aras basis. Artinya, puskesmas memiliki satu peran strategis untuk mengorganisir masyarakat dalam mengupayakan kesehatan masyarkat. Hal ini pun telah tertuang di dalam Sistem Kesehatan Nasional, dalanm bab keempat : subsistem upaya kesehatan, disebutkan di dalamnya bahwa subsistem upaya kesehatan adalah tatanan yang menghimpun berbagai upaya kesehatan masyarakat (UKM) dan upaya kesehatan (UKP) secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Tujuan dari upaya kesehatan yang saling mendukung ini adalah terselenggaranya upaya kesehatan yang tercapai (accessible), terjangkau (afforrdable), dan bermutu (quality) untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Dengan demikian, pemerintah maupun penyelenggara pelayanan kesehatan tidak dapat bekerja sendiri untuk membangun kesehatan masyarakat. Baik masyarakat maupun individu dari masyarakat itu sendiri juga harus memiliki pemahaman yang sama dengan pemerintah. Oleh karena itulah, sudah menjadi konsekuensi pemerintah atau petugas pelayanan kesehatan (puskesmas) untuk memberdayakan dan mengorganisasikan masyarakat. Seperti yang telah disebutkan pada paragraf sebelumnya, puskesmas memiliki peran untuk memberdayakan masyarakat, dengan tujuan untuk memberikan pemahaman dalam membangun kesehatan masyarakat. Telah disebutkan pula pada paragraf awal bahwa masalah pemberdayaan masyarakat ini pun muncul akibat tercetusnya paradigma sehat demi meningkatkan derajat kesehatan di masyarakat. Pentingnya pemberdayaan masyarakat pun disebutkan Winslow (1920) dalam teorinya tentang kesehatan masyarakat. Arti kesehatan masyarakat menurut Winslow; yaitu ilmu dan seni mencegah penyakit, memperpanjang hidup, dan meningkatkan kesehatan melalui usaha-usaha pengorganisasian masyarakat untuk perbaikan sanitasi lingkungan, pemberantasan penyakit-penyakit menular, pendidikan untuk kebersihan perorangan, dan pengorganisasian pelayanan medis dan perawatan untuk diagnosis dini dan pengobatan. Sebelum beranjak lebih jauh, penulis akan menjelaskan lebih dulu pengertian dan fungsi pengorganisasian dan pemberdayaan masyarakat, sebagai bentuk upaya peningkatan fungsi Puskesmas. Pengorganisasian masyarakat dalam rangka pencapaian tujuan-tujuan kesehatan masyarakat, pada hakikatnya adalah menghimpun potensi masyarakat atau sumber daya (resources) yang ada di dalam masyarakat itu sendiri untuk upaya-upaya, yaitu: preventif, kuratif, promotif, dan rehabilitatif kesehatan mereka sendiri.

Dari sumber lain, pengorganisasian dan pengembangan masyarakt diartikan sebagai teknologi yang digunakan untuk melakukan intervensi pada faktor pendukung (enabling factors) sebagai salah satu prasyarakat untuk terjadinya proses perubahan perilaku. Dengan teknologi pengorganisasian dan pengembangan sumber daya yang ada pada masyarakat sehingga mampu mandiri untuk meningkatkan derajat kesehatannya (Sasongko, 2000). Pengorganisasian masyarakat bertujuan untuk mendorong secara efektif modal sosial masyarakat agar mempunyai kekuatan untuk menyelesaikan permasalahan dalam hal kesehatan secara mandiri. Melalui proses pengorganisasian, masyarakat diharapkan mampu belajar untuk menyelesaikan ketidakberdayaannya dan mengembangkan potensinya dalam mengontrol kesehatan lingkungannya dan memulai untuk menentukan sendiri upaya-upaya strategis di masa depan; Memperkokoh kekuatan komunitas basis: Pengorganisasian masyarakat bertujuan untuk membangun dan menjaga keberlanjutan kelompok-kelompok kesehatan (Posyandu, Polindes, Dokter Kecil dan lainnya). Organisasi di area komunitas dapat menjamin tingkat partisipasi, pada saat bersamaan, mengembangkan dan memperjumpakan dengan organisasi atau kelompok lain untuk semakin memperkokoh kekuatan komunitas, serta membangun aliansi untuk menambah proses pembelajaran dan menambah kekuatan diri. Dari dua hal di atas, yaitu peran pemerintah dan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan, muncul kontroversial bahwa pemerintah sewajarnya menjadi penanggung jawab dari kesejahteraan termasuk kesehatan warga negaranya namun haruskah masyarakat dilibatkan dalam pembangunan kesehatan ini? Apakah dengan diberdayakannya masyarakat lantas artinya pemerintah ’angkat tangan’ dalam tanggung jawab ini? Perlu kita pahami bahwa masalah kesehatan merupakan masalah yang perlu diupayakan oleh semua orang atau semua pihak. Ada ungkapan lebih baik mencegah daripada mengobati, filosofi ini muncul karena kesehatan menjadi masalah berat apabila orang atau masyarakat mengalami sakit. Selain itu, kesehatan sebenarnya dapat diupayakan oleh tiap individu atau masyarakat asalkan mau berperilaku sehat. Oleh karena itu, akhirnya peran pemerintah tidak hanya menyediakan pelayanan kesehatan yang accessible, baik dalam hal jarak maupun penjaminan masyarakat atas pelayanan kesehatan tersebut, tapi juga memberikan pencerdasan melalui penyuluhan atau pengkaderan masyarakat agar dapat berupaya untuk hidup sehat, dalam hal ini merupakan peran petugas kesehatan pelayanan kesehatan (puskesmas) setempat. Dari fungsi Puskesmas yang telah kita bahas sebelumnya pun jelas peran Puskesmas bukan saja persoalan teknis medis tetapi juga bagaimana keterampilan sumber daya manusia yang mampu mengorganisir modal sosial yang ada di masyarakat. Lalu sejauh apa masyarakat terlibat dalam pembangunan kesehatan demi tercapainya paradigma sehat? Untuk menjawab pertanyaan ini penulis akan mengaitkan program-program puskesmas yang berbasis. Satu diantarnya adalah upaya perbaikan gizi masyarakat: pembinaan pengembangan UPGK dan pelayanan gizi.

Pembinaan UPGK merupakan kegiatan kunjungan petugas Puskesmas ke tiap posyandu desa atau RW. Selain itu, Kegiatan ini meliputi penyuluhan, pemberian nasehat pada masyarakat ataupun kader atau volunter di desa/RW tersebut. Tindak lanjut dari penyuluhan ini biasanya diterapkan para kader kesehatan di desa atau RW setempat dalam kegiatan Posyandu, misalnya saja dengan pemberian makanan tambahan pada masyarakat yang menimbang anaknya ke posyandu serta transfer ilmu dari kader kesehatan pada masyarakat setempat. Dengan demikian, harapan dari adanya penyuluhan sekaligus pemberian makanan yang memenuhi gizi ini dapat menjadi awal dari tindakan masing-masing keluarga untuk menggalakkan peningkatan gizi kesehatan. Selain itu, baru-baru ini puskesmas Sukmajaya Depok mengadakan penyuluhan kepada para kader di Kelurahan Baktijaya dalam rangka Pelaksanaan Klinik Sanitasi dan Kelurahan Sehat Berbasis Masyarakat.

Klinik sanitasi merupakan suatu upaya kegiatan yang mengintegrasikan layanan kesehatan promotif, preventif, dan kuratif yang difokuskan pada penduduk yang beresiko tinggi untuk mengatasi masalah penyakit berbasis lingkungan dan masalah kesehatan lingkungan pemukiman yang dilakukan oleh petugas Puskesmas bersama masyarakat yang dapat dilaksanakan secara pasif dan aktif di dalam dan di luar Puskesmas. Dari penjelasan tersebut jelas bahwa masing-masing pihak, baik pihak Puskesmas maupun masyarakat memiliki peran dalam upaya ini. Lebih jelasnya adalah Puskesmas berperan menyelenggarakan pelaksanaan klinik sanitasi di dalam dan di luar gedung Puskesmas (terjun langsung ke RW/ daerah binaanya), mengumpulkan dan mengolah data tentang kualitas lingkungan, melakukan pengawasan, penilaian dan perbaikan kualitas lingkungan. Bagaimana karakteristik dan potensi tiap daerah tentu saja lebih diketahui oleh masyarakat yang terkait bukan? di sinilah peran masyarakat dalam program ini. Selain menjadi sumber informasi atas kualitas lingkungan yang akan dijadikan parameter penanggulangan masalah penyakit berbasis lingkungan, masyarakat juga punya peran untuk membina keluarga yang sadar akan kesehatan, ikut serta melakukan intentarisasi data sarana kesehatan lingkungan, melakukan pengorganisasian dan pendanaan, serta mengembangkan cara penilaian oleh masyarakat sendiri. Dengan begitu, kita kembali menyimpulakan bahwa Puskesmas perlu memberdayakan dan mengorganisir masyarakat, paling tidak kader kesehatan di tiap daerah, untuk ikut serta dalam pembangunan kesehatan di lingkungan tempat tinggal mereka karena pemerintah kita pun memiliki keterbatasan petugas kesehatan profesional dan pendanaan yang kurang optimal untuk mendukung semua program kesehatan daerah. Dari contoh-contoh program kesehatan Puskesmas yang melibatkan pemberdayaan masyarakat, kita dapat lihat bahwa keterlibatan masyarakat dalam upaya-upaya kesehatan ternyata cukup besar, mulai dari sebagai sumber informasi dan data, tataran pelaksanaan termasuk pendanaan, sampai penilaian program itu sendiri. Apakah lantas artinya pemerintah/Puskesmas lepas tangan? Penulis tidak melihat indikasi itu meskipun terlihat ketelibatan masyarakat cukup luas. Untuk mengawali program ini, Puskesmas terlebih dahulu memberikan penyuluhan kepada kader kesehatan di masyarakat. Selain dari itu, telah disebutkan pula bahwa petugas Puskesmas-lah yang menyipkan penanganan dari klinik Sanitasi meskipun dengan keterbatasan sumber daya manusia yang profesional di bidang medis memaksa petugas puskesmas ini mobile, bisa jadi berada di dalam dan di luar Puskesmas. Masalah pendanaan, membicarakan pendanaan memang lebih memicu sensivitas, sumber dana dari klinik sanitasi ini diperoleh dari Dana Operasional Puskesmas APBN, APBD Provinsi, APBD Kabupaten, bantuan luar negeri, Kemitraan dan swadaya masyarakat. Letak Puskesmas yang dekat dengan tempat tinggal masyarakat dan lebih dijangkau masyarakat menumbuhkan peran yang lebih dari Puskesmas.

Oleh karena itu pula, pemerintah lebih bisa membuat program-program kesehatan berbasis masyarakat melaui Puskesmas. Program-program kesehatan berbasis masyarakat dirasa penulis efektif dalam memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat karena tidak semua upaya untuk sehat membutuhkan pelayanan medis tapi juga harus didukung dengan perilaku sehat, lingkungan yang bersih dan sehat. Meskipun sekarang ini sudah muncul banyak Posyandu di tiap desa atau RW namun peran Puskesmas tetap dibutuhkan sebab penyelenggara Posyandu merupakan masyarakat setempat yang masih membutuhkan pengarahan dari petugas kesehatan, dalam hal ini adalah petugas Puskesmas. Pemberdayaan masyarakat dalam program-program kesehatan berbasis masyarakat bukan merupakan upaya lepas tangan seperti apa yang dilakukan pemerintah dalam perberlakuan BHP, tapi hal ini merupakan hasil perumusan solusi dari berbagai masalah kesehatan yang kompleks di Indonesia, mulai darikurangnya sumber daya manusia profesional, dana dan kurangnya kemampuan pemerintah pusat dalam memantau masalah kesehatan di daerah-daerah. Seperti yang kita tahu dari teori Blum ataupun Winslow pada pembahasan sebelumnya bahwa untuk menciptakan kesehatan diperlukan kerjasama yang baik antara penyelenggara pemerintahan dan masyarakat sendiri.

Upaya-upaya pencegahan penyakit sebenarnya bisa dilakukan oleh tiap individu atau keluarga di masyarakat sedangkan upaya kuratif dan rehabilitaif membutuhkan peran pemerintah yang sebesar-besarnya dalam penyediaan pelayanan medis di tiap daerah. Meskipun begitu, pemerintah tetap punya tanggungjawab untuk memberikan fasilitas, sarana, dan prasarana untuk mencerdaskan dan memberikan pengetahuan pada masyarakat bagaimana berperilaku sehat dan menciptakan lingkungan yang sehat untuk mendukung upaya peningkatan derajat kesehatan mulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat sampai akhirnya tingkat negara. Hanya saja, penulis harapkan pada pertugas Puskesmas agar menjaga maintanance program-program kesehatan berbasis masyarakat ini. Jangan sampai setelah memberikan penyuluhan dan pemberian sarana lantas tidak dipantau karena bagaimanapun juga masyarakat yang terlibat tidak semuanya paham akan pentingnya program-program tersebut, meskipun sebenarnya program tersebut dimaksudkan untuk peningkatan kesejahteraan (kesehatan) hidup mereka sendiri. Selain dari itu, pemantauan yang dilakukan pun haruslah rutin meskipun sudah terlihat adanya kemandirian dari masyarakat dan juga pemberian reward pada kader kesehatan yang dianggap bisa dijadikan teladan bagi kader kesehatan lainnya demi munculnya rasa dihargai oleh petugas Puskesmas yang mereka anggap sebagai perpanjangan tanngan dari pemerintahan negara. Semoga dengan adanya kerjasama yang baik antara pemerintah, dalam hal ini adalah Puskesmas, dan masyarakat dapat mewujudkan derajat kesehatan yang lebih baik untuk Indonesia yang lebih baik. DAFTAR PUSTAKA Azwar, Arul. 1980. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: PT Grafiti Medika Pers. Depkes RI. 1984. Pedoman Stratifikasi Puskesmas. ---------------.1984 Kumpulan Materi SIAGA Kota Depok. 2007. Depok: SATLAK PPK-IPM Kota Depok BidKes Materi Pelatihan Kader Dasawisma Dalam Pelaksanaan Klinik Sanitasi dan Kelurahan Sehat Berbasis Masyarakat. 2008. Depok: SATLAK PPK-IPM Kota Depok BidKes Muninjaya, A.A Gde. 1999. Manajemen Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat: Ilmu dan Seni. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Saleh, Maya Syahria. 2007. ”Puskesmas Sebagai Agen Pemberdayaan Masyarakat” dalam www.pusdakota.org yang diakses tanggal 24 Desember 2008, pukul 20.00 WIB. Sasongko, Adi. 2000. dalam Materi Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat. Depok: Departemen Pendidikan dan Promosi Kesehatan, FKM UI. Sistem Kesehatan Nasional *Tulisan ini pernah dikirim sebagai paper tugas akhir mata kuliah Administrasi Kesehatan di FKM UI tahun 2008.

0 Responses